Pages

April 12, 2016

[Cerpen] Kita Tidak Bertemu, Mungkin Hanya Berpapasan



Seseorang mengatakan jangan, namun yang kulakukan justru sebaliknya. Jangan memperhatikan seseorang hingga membuat kau penasaran, hingga benak kau penuh selidik dan berujung kau kesulitan mengontrol diri sendiri. Jangan... karena yang kau lakukan adalah kekeliruan hingga kau terbebani dengan sendirinya. Jangan memperhatikan, karena boleh jadi tindakan kau akan mengubah segalanya, termasuk urusan perasaan kau sendiri.

“Aaaaaaaargh!” teriakku. Laki-laki itu dengan segera membekap mulutku. Aku hendak berteriak sekali lagi, namun dia mengisyaratkanku untuk diam. Aku menurut, tetapi tanganku gemetar ketakutan. Benakku sibuk bertanya-tanya, ada apa ini? Apa yang terjadi?

Hari ini aku pulang lebih larut dari sebelumnya. Jam di tanganku telah menunjukkan pukul 11 malam dan kondisi sekitar rumahku telah sepi. Aku membuka pagar rumah kos, dan menaiki tangga. Kebetulan kamarku terletak di lantai dua. Belum sempat aku menaiki satu anak tangga, aku mendengar suara seseorang dari kamar bawah. Kondisi di sana cukup gelap, hingga aku harus menghidupkan lampu teras bawah. Samar-samar aku melihat seseorang mengenakan baju hitam yang berdiri di dekat dinding. Langkahku terhenti, karena ketakutanku adalah maling. Aku bergerak mundur, sebelum dia melihatku. Sayangnya, dia melihatku dan spontan aku berteriak.

Dia telah mendekap mulutku cukup lama, dan keringat dingin keluar dari tubuhku. Aku lemas sekaligus lelah untuk malam ini. Aku melambaikan tangan kepadanya, entah kenapa aku merasa dia tidak berniat buruk kepadaku. Dia melihat ke arahku, dan matanya mengeskpresikan tanya “kenapa”. Aku terduduk lemas. Sontak dia terkejut dan aku mendengar suaranya...

“Kau baik-baik saja?” bisiknya khawatir. Aku menggeleng. Badanku lemas karena takut, terkejut, dan lelah. Dia melihat ke sekeliling, memastikan sesuatu dan berbicara melalui headset  atau sejenisnya yang aku tidak mengerti arah pembicaraannya. Dia mengalihkan pandangannya kepadaku, dan samar aku melihat wajahnya. Dia berjongkok di depanku dan itulah yang kami lakukan beberapa menit. Lalu dia mendekat kepadaku. Spontan aku menghindar.

“Apa yang kau lakukan?” tanyaku dengan suara tercekat. Aku terlalu lelah, sehingga tidak tersisa lagi kekuatan untuk melawan.

“Kau bisa berdiri? Bisa berjalan ke kamar sendiri? Jika tidak, aku akan membantu kau untuk ke kamar.” ujarnya. Aku menghela napas. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku melihatnya lagi, memastikan bahwa dia orang baik.

“Boleh aku bertanya, kau siapa?”
###