Pages

July 9, 2018

[Bedah Buku] Julaibib Radhiyallahu anhu

(Biggest Dream Masjidil Haram,
Makkah Saudi Arabia)
"Ada orang yang di sisi manusia tak pernah sekalipun tersebut namanya, namun di sisi Zat Arsy, dia begitu di dikenal hingga para malaikatpun mendoakannya".

Apabila membaca buku non fiksi, sulit sekali bagi saya untuk konsisten pada satu buku. Sebelumnya saya sedang bersemangat menyelesaikan Teach Like Finland, namun apa daya, buku karangan Yon Machmudi dan Soraya Dimyathi ini lebih menarik. Buku ini berjudul "Tarbiyah Cinta Imam Al-Ghazali". Walaupun membaca seperti siput, setidaknya saya telah berada di halaman 122. 

Pada mulanya saya tidak begitu tertarik membacanya, karena ada beberapa pemilihan diksi yang membuat saya kurang nyaman ketika membacanya. Tetapi, semua itu terlupakan ketika penulis mulai menyuguhkan kisah-kisah para sahabiyah: bagaimana cara mereka mencintai Allah dan Rasulullah. Sungguh cerita-cerita singkat itu membenarkan bahwa mencintai-Nya adalah suatu keharusan.

Hingga tibalah saya di halaman 64, penulis mengangkat kisah tentang Julaibib. Kisah Julaibib ini diletakkan pada bagian "Cinta Perlu di Buktikan". Usai membaca kisahnya, saya menyadari betapa Julaibib membuktikan cintanya kepada Pemilik Alam Semesta ini.

Sama seperti penulis yang menganggap nama Julaibib terdengar asing, saya pun demikian. Jika tidak pernah membaca buku ini, barangkali tidak akan saya ketahui siapa sosoknya. Julaibib, itulah namanya. Seorang laki-laki Arab yang namanya tidak lengkap dan tidak bernasab. Dia terlahir tanpa mengetahui siapa orangtuanya. Bahkan orang di sekitarnya tidak mengetahui suku dan darimana dia berasal. 

Dia tersisih. Tampilan fisiknya membuat tidak ada seorangpun yang mau mendekatinya. Dia adalah si buruk rupa namun para bidadari surga begitu mendambakannya. Dia adalah orang yang tak diharapkan, bahkan keberadaannya dianggap tiada. Meskipun begitu, Allah sungguh Maha Penyayang. Yang hina di antara penduduk bumi menjadi mulia di antara penduduk langit. 

Dia adalah orang yang selalu berdiri di shaf terdepan ketika shalat dan jihad. Hal yang membuat saya iri dengan sosok Julaibib adalah dia begitu disayangi oleh Rasulullah :') Hingga pada suatu hari, Rasulullah membawa Julaibib ke rumah salah satu pemimpin Anshar. Rasulullah berniat menikahkan Julaibib dengan putri pemimpin Anshar tersebut. 
"Dengan Julaibib? Bagaimana mungkin Julaibib yang jelek dan hitam, tidak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta? Demi Allah, tidak! Tidak akan pernah anak kita menikah dengannya!" -Halaman 66.
Tadinya saya berpikir bahwa Julaibib akan pulang dengan penolakan, nyatanya wanita yang diminta Rasulullah adalah seorang yang sholehah. "Apakah kita hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya! Demi Allah. Rasulullah tiada akan membawa keburukan dan kerugian bagi diriku."

Saya belajar sesuatu dari mereka. Julaibib adalah sosok yang tidak pernah mengeluh atas apapun yang Allah berikan kepada-Nya. Dia menerima kehendak-Nya dengan segenap cinta. Ah, bagaimana bisa seseorang memiliki hati yang amat lapang, kecuali dia telah menyerahkan segala hidupnya kepada Sang Kuasa. 

Apakah pada akhirnya mereka menikah? Tentu saja, dengan izin Allah. Namun demikian, nyatanya Allah begitu mencintainya, dan para bidadari surga telah merindukan kehadirannya. 
Disebutkan dalam hadits yang masyhur bahwa Nabi Ibrahim as berkata kepada malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya, "Adakah kau melihat Dia yang dicintai hendak mematikan orang yang mencintai?" Allah lalu mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as, "Apakah kau melihat orang yang mencintai benci bertemu dengan kekasihnya?" -Halaman 15. 
Lalu, saya menyakini bahwa orang-orang yang pulang kepada-Nya lebih cepat karena Dia sungguh ingin bertemu. Bukankah itu bentuk cinta-Nya kepada hambanya?

Julaibib gugur dengan syahid. Kala itu, tak seorangpun yang merasa kehilangannya, kecuali Rasulullah. Rasulullah sangat kehilangan Julaibib. 

"Apakah kalian kehilangan seseorang?" kata Rasulullah usai pertempuran. 
"Tidak, ya Rasulullah." serempak para sahabat menjawab. 
Lalu Rasulullah bertanya sekali lagi. Tapi tetap tak seorangpun yang merasa kehilangannya. Hingga pada akhirnya terdengar helaan napas yang berat dari Rasulullah, "Aku kehilangan Julaibib." -Halaman 69.

Dan kalimat terakhir Rasulullah kepada Julaibib yang membuat iri semua sahabat:
"Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku bagian dari dirinya." -Halaman 69.
Dan dia adalah Julaibib, yang terasing dan keberadaannya dianggap tiada.

Semoga bermanfaat!

TAMAT-

No comments:

Post a Comment