(Biggest Dream Masjidil Haram, Makkah Saudi Arabia) |
"Ada orang yang di sisi manusia
tak pernah sekalipun tersebut namanya, namun di sisi Zat Arsy, dia begitu di
dikenal hingga para malaikatpun mendoakannya".
Apabila membaca buku non fiksi, sulit
sekali bagi saya untuk konsisten pada satu buku. Sebelumnya saya sedang
bersemangat menyelesaikan Teach Like Finland, namun apa daya, buku
karangan Yon Machmudi dan Soraya Dimyathi ini lebih menarik.
Buku ini berjudul "Tarbiyah Cinta Imam Al-Ghazali". Walaupun membaca
seperti siput, setidaknya saya telah berada di halaman 122.
Pada mulanya saya tidak begitu tertarik
membacanya, karena ada beberapa pemilihan diksi yang membuat saya kurang nyaman
ketika membacanya. Tetapi, semua itu terlupakan ketika penulis mulai
menyuguhkan kisah-kisah para sahabiyah: bagaimana cara mereka mencintai Allah
dan Rasulullah. Sungguh cerita-cerita singkat itu membenarkan bahwa
mencintai-Nya adalah suatu keharusan.
Hingga tibalah saya di halaman 64,
penulis mengangkat kisah tentang Julaibib. Kisah Julaibib ini diletakkan pada
bagian "Cinta Perlu di Buktikan". Usai membaca kisahnya, saya
menyadari betapa Julaibib membuktikan cintanya kepada Pemilik Alam Semesta ini.
Sama seperti penulis yang menganggap
nama Julaibib terdengar asing, saya pun demikian. Jika tidak pernah membaca
buku ini, barangkali tidak akan saya ketahui siapa sosoknya. Julaibib, itulah
namanya. Seorang laki-laki Arab yang namanya tidak lengkap dan tidak bernasab.
Dia terlahir tanpa mengetahui siapa orangtuanya. Bahkan orang di sekitarnya
tidak mengetahui suku dan darimana dia berasal.
Dia tersisih. Tampilan fisiknya membuat
tidak ada seorangpun yang mau mendekatinya. Dia adalah si buruk rupa namun para
bidadari surga begitu mendambakannya. Dia adalah orang yang tak diharapkan,
bahkan keberadaannya dianggap tiada. Meskipun begitu, Allah sungguh Maha
Penyayang. Yang hina di antara penduduk bumi menjadi mulia di antara
penduduk langit.
Dia adalah orang yang selalu berdiri di
shaf terdepan ketika shalat dan jihad. Hal yang membuat saya iri dengan sosok
Julaibib adalah dia begitu disayangi oleh Rasulullah :') Hingga pada suatu
hari, Rasulullah membawa Julaibib ke rumah salah satu pemimpin Anshar.
Rasulullah berniat menikahkan Julaibib dengan putri pemimpin Anshar
tersebut.
"Dengan Julaibib? Bagaimana mungkin Julaibib yang jelek dan hitam, tidak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta? Demi Allah, tidak! Tidak akan pernah anak kita menikah dengannya!" -Halaman 66.
Tadinya saya berpikir bahwa Julaibib
akan pulang dengan penolakan, nyatanya wanita yang diminta Rasulullah adalah
seorang yang sholehah. "Apakah kita hendak menolak permintaan
Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya! Demi Allah. Rasulullah tiada akan
membawa keburukan dan kerugian bagi diriku."
Saya belajar sesuatu dari mereka.
Julaibib adalah sosok yang tidak pernah mengeluh atas apapun yang Allah berikan
kepada-Nya. Dia menerima kehendak-Nya dengan segenap cinta. Ah, bagaimana bisa
seseorang memiliki hati yang amat lapang, kecuali dia telah menyerahkan segala
hidupnya kepada Sang Kuasa.
Apakah pada akhirnya mereka menikah?
Tentu saja, dengan izin Allah. Namun demikian, nyatanya Allah begitu
mencintainya, dan para bidadari surga telah merindukan kehadirannya.
Disebutkan dalam hadits yang masyhur bahwa Nabi Ibrahim as berkata kepada malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya, "Adakah kau melihat Dia yang dicintai hendak mematikan orang yang mencintai?" Allah lalu mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as, "Apakah kau melihat orang yang mencintai benci bertemu dengan kekasihnya?" -Halaman 15.
Lalu, saya menyakini bahwa orang-orang
yang pulang kepada-Nya lebih cepat karena Dia sungguh ingin bertemu. Bukankah
itu bentuk cinta-Nya kepada hambanya?
Julaibib gugur dengan syahid. Kala itu,
tak seorangpun yang merasa kehilangannya, kecuali Rasulullah. Rasulullah sangat
kehilangan Julaibib.
"Apakah kalian kehilangan seseorang?" kata Rasulullah
usai pertempuran.
"Tidak, ya Rasulullah." serempak para sahabat menjawab.
Lalu Rasulullah bertanya sekali lagi. Tapi tetap tak seorangpun
yang merasa kehilangannya. Hingga pada akhirnya terdengar helaan napas yang
berat dari Rasulullah, "Aku kehilangan Julaibib." -Halaman 69.
Dan kalimat terakhir Rasulullah kepada
Julaibib yang membuat iri semua sahabat:
"Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku bagian dari dirinya." -Halaman 69.
Dan dia adalah Julaibib, yang terasing
dan keberadaannya dianggap tiada.
Semoga bermanfaat!
TAMAT-
No comments:
Post a Comment