Sore ini, untuk kedua kalinya di hari ini aku
menemukanmu lagi. Aku tidak tahu keberuntungan seperti apa yang kumiliki,
hingga aku harus bertemu denganmu lagi. Aku bahagia, karena aku tersenyum
melihatmu. Aku gugup, karena aku tiba-tiba salah tingkah saat melihatmu. Aku
malu, akan sesuatu yang tak bisa kujelaskan. Aku sungguh menginginkanmu, sedari
dulu, tetapi jiwaku menolak akan hal itu. Alasannya, sekarang bukanlah waktu
yang tepat. Biarlah, seperti ini dahulu.
Aku lebih menyukai dengan keadaan seperti ini.
Perasaanku memang tertahan, namun jiwaku lebih tentram. Hatiku kadangkala
memberontak, memaksa untuk mengatakan apa yang kurasakan, tetapi aku memilih
diam. Karena ketakutan terbesarku adalah kehilanganmu dengan cara yang lebih
menyakitkan. Aku hanya takut, saat kita saling mengenal dengan baik, mengetahui
perasaan masing-masing, lalu semuanya berubah dan hilang. Semua itu menyakitkan
untukku. Cukup melihatmu dari belakang, melihat setiap langkah kakimu dari jauh
adalah sesuatu yang membahagiakan untukku. Karena aku butuh waktu, untuk
menguatkan nyaliku untukmu.
Aku melihatmu duduk di trotoar depan fakultasku.
Aku tidak tahu siapa yang kau tunggu, karena aku melihatmu sibuk melihat ke
arah kiri dan kanan. Sesuatu mengusikku, kau terlihat cemas. Apa kau mempunyai
masalah sekarang ini?
Kau tahu, aku tak mengalihkan pandanganku
darimu. Padahal, tadinya aku hendak segera pulang, menyelesaikan tugas-tugas yang
semakin menggunung. Tetapi saat melihatmu, kakiku tertahan. Aku memutuskan
duduk tak jauh darimu, beberapa meter tepat di sampingmu. Aku menatap lurus ke
jalanan, karena mataku tak berani melihatmu dengan posisi seperti ini. Aku
takut, nantinya kau tiba-tiba melihat ke arah kanan, maka tepatlah mataku
bertemu denganmu—seperti yang terjadi di bus tempo hari.
Ini sudah waktunya pulang. Senja sebentar lagi
hadir, tetapi kenapa kau tak beranjak dari dudukmu? Siapa yang kau tunggu?
Apakah seseorang yang teramat harus kau tunggu?
Haruskah aku menunggumu hingga seseorang yang
kau tunggu itu datang? Hatiku ingin pergi, karena aku takut jika orang yang kau
tunggu adalah bumerang untukku. Namun, aku ingin memastikan kau baik-baik saja.
Jalanan kampus mulai sepi, dan orang-orang yang lalu lalang adalah laki-laki.
Tidakkah itu cukup untuk mengkhawatirkanmu?
Sebentar lagi saja, dan semoga apa yang
kulakukan tidak membuat patah perasaanku untukmu.
###