Pages

January 3, 2018

[Jurnal] Kembali di Tahun 2017



Hari ke-3 di tahun 2018. Beberapa orang mengatakan ketika pergantian tahun, kau kembali terlahir. Ibarat buku baru, maka kau akan berada di lembaran awal sekali lagi. Saya senang ketika tahun berganti dan 365 hari telah berlalu. Namun, ada sesuatu yang membuat saya bersedih. Umur, tanggung jawab, dan waktu yang kita punya akan semakin singkat. Saya belum tau apa yang akan saya lakukan di tahun ini, namun satu hal yang jelas: saya ingin melanjutkan segala hal yang belum terselesaikan tahun lalu. Mungkin itulah sesuatu yang ingin saya kerjakan sekarang. Jika nanti di tengah jalan saya berubah pikiran, maka saya anggap itu adalah pilihan bagi hidup saya.

Saya terbiasa menceritakan tentang hal yang terjadi setahun silam. Apa yang terjadi tahun kemarin, Fani? Saya menyebut tahun 2017 adalah tahun penuh suka dan duka. Pada tahun itu, saya mengerti separuh perjuangan hidup saya. 

Pada awal tahun 2017 saya harus berjuang untuk diri saya sendiri dalam memperoleh gelar sarjana. Bagi saya, awal tahun adalah sesuatu yang mengerikan untuk saya. Bahkan hingga sekarang saya melihat lorong jurusan itu sebagai tempat tangis duka dan bahagia bercampur menjadi satu di sana. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi jika separuh jalanmu semakin dekat, namun tiba-tiba harus berubah haluan menjadi sangat jauh. Saya pernah nyaris mengalaminya. Saya pernah menangis, karena takut, cemas, dan terlalu gemetar untuk memulai dari awal kembali. Saya pernah menahan tangis, karena menunggu setiap pagi hingga sore, bahkan ketika makan harus terlupakan sesaat. Saya pernah berusaha meneguhkan diri sendiri bersama yang lain, meskipun jauh di dalam sana saya sungguh lelah. Saya pernah mencoba untuk memikirkan rencana-rencana yang sebelumnya tak terpikirkan oleh saya. Bahkan saya berpikir terlalu jauh, memikirkan segala kemungkinan terburuk. Kenapa? Karena saya takut, jika terjatuh tanpa persiapan. Pada akhirnya, satu-satunya yang bisa saya lakukan adalah: berdoa. Saya percaya bahwa kekuatan tertinggi adalah milikNya. Saya berusaha untuk berprasangka baik kepadaNya dan sebaik-baik keputusan adalah berasal dariNya. Saya percaya bahwa Sang Kuasa akan mengabulkan doa-doa terbaik saat kita berada di titik terendah dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berserah diri kepadaNya. Itulah yang saya yakini. Alhamdulillah, segala puji dan syukur untukNya karena doa-doa itu di jabah olehNya. Kamis, 26 Januari 2017 saya melangkah dari separuh target hidup saya.

Lalu pada tahun 2017 pulalah saya seolah memperoleh keluarga baru. Saya mengikuti Praktek Lapangan di SMAN 3 Bukittinggi. Sebenarnya saya ragu untuk menetap beberapa bulan di kota Jam Gadang tersebut, karena ada sesuatu yang menganggu pikiran saya. Tetapi hingga kegiatan tersebut berakhir, ternyata saya tidak pernah memiliki langkah yang sama. Dan, itu cukup melegakan. Saya tidak bisa membayangkan jika ternyata langkah saya tiba-tiba berada di titik yang sama. Kala itu, adalah pengalaman pertama saya untuk tinggal jauh dari ayah dan ibu. Saya menemukan banyak hal berada di sana. Tentang kenyamanan yang tak pernah saya duga. Ah, mungkin esok-esok saya harus menyempatkan diri untuk menulis tentang ini barangkali. Terimakasih atas waktu yang singkat dan pertemuan yang ternyata sangat mengasyikkan. Karena bagaimanapun, tanpa saya sadari, saya dapat membuka diri ketika itu, dan itu membahagiakan.

Saya sekarang memahami makna dari pribahasa berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersusah-susah dahulu, baru bersenang-senang kemudian. Saya telah merasakan bagaimana sensasinya menyelesaikan tugas akhir setelah drama yang terjadi sebelum seminar proposal. Entahlah, padahal hanya setumpuk kertas namun semua kertas itu mengandung tangis, kerja keras, dan tawa. Alhamdulillah, bahwa usaha tidak pernah mencoba untuk berkhianat. Rabu, 26 Juli 2017 saya sarjana! Saya ingat ketika waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya sangat singkat. Namun Allah sungguh mengerti dan mempermudah segala urusan. Bahkan saya melihat seolah-olah Sang Kuasa berada di lingkaran jurusan kala itu. Tiba-tiba dipermudah. Tiba-tiba ujian. Dan tiba-tiba sarjana. Alhamdulillah wa syukurillah.

Dan ketika toga bertengger di atas kepala, saya merinding. Minggu, 17 September 2017 saya di wisuda. Saya bahagia, karena kedua orangtua saya bahagia. Sesungguhnya pernah terlintas di pikiran saya untuk menghentikannya. Namun, hati saya memberontak dan kalimat yang selalu saya utarakan untuk diri sendiri: Apa gunanya kehilangan waktu tidur selama empat tahun ini? Bukankah semuanya butuh pengorbanan? Jika ingin sesuatu, maka relakanlah sesuatu. Tidak ada yang mudah di dunia ini. Jika ingin mudah, maka takkan ada momen untuk mengenangnya. Kelak, manisnya hasil selalu terasa di penghujung asa. Saya selalu berharap bahwa kita semua dapat mengenakan toga bersama-sama. Tapi, Allah punya jalan masing-masing. Semoga disegerakan apa yang mesti disegerakan. Semoga dimudahkan segala urusan. Semoga tetap semangat dan tetap berjuang bersama-sama, karena berjuang sendiri itu sungguh melelahkan. Saya selalu percaya: kita tidak pernah tau malalui siapa doa-doa itu akan di jabah olehNya, maka berdoalah.

Penghujung 2017 sejujurnya saya kehilangan diri saya sendiri. Saya berjalan tanpa target. Lalu pikiran saya dihantui perasaan-perasaan yang tak seharusnya ada. Begitulah, ketika tiba-tiba keadaan telah berubah. Saya bukan lagi mahasiswa yang harus bolak-balik menemui dosen dahulunya. Saya juga bukan lagi mahasiswa yang sebagian waktu saya habiskan untuk menunggu. Ternyata setelah itu berakhir, saya merindukannya. Bukan, bukan tentang sensasinya. Tapi lebih kepada waktu saat-saat kita bertemu dengan teman-teman, lalu saling bertanya, dan pada akhirnya saling menguatkan. Entahlah, walaupun terkesan sederhana namun itu menghangatkan.

Dan sekarang, ternyata kita semua memiliki kehidupan masing-masing. Tidak ada lagi pertemuan yang panjang, karena tidak ada lagi alasan untuk melakukannya. Ah, waktu. Semuanya terlalu cepat berlalu. Rasanya baru kemarin saya menyematkan diri sebagai maba dan sekarang telah berganti menjadi alumni. Saya harus lebih rajin-rajin menulis esok, supaya banyak hal yang bisa saya kenang nantinya. Tahun 2017 saya berumur 22 tahun, dan itu mengingatkan saya akan sesuatu bahwa: sepertinya saya harus menyusun ulang kembali rencana hidup saya. Hahaha.

Sekarang tanggal 03 Januari 2018. Saya hanya berharap hal baik selalu datang kepada saya. Kesehatan dan keluarga yang selalu menemani. Bagaimanapun semua itu adalah kekuatan agar saya tetap bisa melangkah. Apa yang akan saya lakukan satu tahun mendatang? Ah, satu hal yang pasti: melanjutkan hal yang belum terselesaikan di tahun kemarin. Bagaimana dengan kalian?

Salam.

No comments:

Post a Comment