Selamat
bertambah usia, Fani. Ah, dua hari yang lalu bertambah sudah usia kau, Fani.
Dan... kau tahu apa artinya? Ya, semakin kecil waktu yang tersisa untuk
melakukan banyak hal, dan tanggung jawab yang semakin besar di depan mata. Tidak
banyak yang ingin kusampaikan pada tulisan ini. Aku menulis, dengan tujuan ini
adalah suatu kewajiban bagiku, ketika digit angka usia itu bertambah. Setidaknya,
semua itu menjadi pengingat bagiku untuk tidak bermain-main lagi.
Sejujurnya,
aku kesulitan untuk menulis saat ini. Kenapa? Entahlah, mungkin terlalu banyak
yang disimpan dalam diam, sehingga tak ada lagi yang bisa dituliskan. Namun pagi
ini, akan kucoba semampunya.
Satu
tahun silam, saat menulis tentang hari kelahiran ini... hanya cerita lalu yang kuingat
kembali, tentang apa yang terjadi, tentang tangis, tentang tawa, tentang mimpi,
dan tentang rengkuhan yang selalu hadir dikala lemah. Tetapi, hari ini aku
tidak begitu ingin membicarakan yang terjadi satu silam. Cukuplah aku
membuatnya tersimpan dengan rapi.
Terimakasih.
Sungguh terimakasih telah mengingat hari kelahiran itu di pagi hari. Ketika Sang
Kuasa menitipkan ruh itu kembali di raga, terimakasih telah mengucapkannya
dengan raut wajah lelah. Aku tahu tanpa kau ucapkan sepatah katapun kalimat,
semua doa yang hendak kau sampaikan, telah sampai melalui mata.
Aku
selalu takut untuk bereskpresi dengan baik, karena semakin kutunjukkan maka
tidak ada lagi tameng yang menjadi kekuatan untukku. Kadangkala aku memang
terlihat tidak acuh, tidak peduli apa yang terjadi. Namun percayalah, semua itu
hanyalah tindakan untuk menutupi segala rasa lemah, rasa takut yang hadir tanpa
permisi. Aku peduli, karena lidahku tak terlalu mahir mengucapkan sederet
kalimat penyejuk hati, namun melalui tulisan, kuharap semuanya tersampaikan. Bagaimanapun,
kasih dan sayangku kupersembahkan untuk mereka. Aku percaya, bahwa memuliakan mereka
adalah kemuliaan pula untukku. Maka dari itu, izinkan aku melakukannya, sedikit
demi sedikit dengan cara yang kususun sendiri. Terimakasih. Sekarang aku paham,
kenapa Sang Kuasa mendinginkan semua perasaan itu hingga kini... karena ‘mereka’
masih berhak atas waktuku.
Terimakasih
untuk mereka yang telah mengingatku, meskipun kesibukan menyita waktu mereka. Aku
ingat seorang penulis pernah menyampaikan, meskipun jarang bersua, jarang
bercengkrama dengan baik, jarang berbagi kisah, tetapi ketika mereka
mengingatmu, maka sesungguhnya mereka peduli. Terimakasih sungguh terimakasih. Doa-doa
yang disampaikan itu sungguh kuperlukan, karena kita tidak pernah tau doa dari
mana yang akan di jabahNya, boleh jadi dari orang-orang yang tak pernah
terlihat oleh kita yang Allah kabulkan. Maka dari itu, terimakasih.
Hai si
pemilik angka 26 empat bulan silam. Walaupun kalimat sederhana, tetapi semua
itu tak sesederhana yang terlihat. Terimakasih. Aku berharap, suatu masa kelak
kita akan berjumpa—saat mimpi-mimpi itu kita raih.
Hai,
para “pemberi doa di malam hari”. Aku tidak tahu, kenapa empat orang ini dapat
kompak berturut-turut memberi doa di malam hari. Terimakasih. Selain doa,
terimakasih telah berada di sisiku, dalam kondisi apapun. Aku tahu, bahwa
kalimat takkan berpengaruh banyak, karena yang kita butuhkan hanyalah tindakan,
bukan? Aku tahu, waktu kita akan semakin sempit untuk bersama, karena mimpi
yang dalam proses untuk diperjuangkan. Namun aku harap, semuanya akan saling
mengingatkan dan menguatkan.
Terakhir,
untukMu, Rabbku.
Kenapa
aku selalu meletakkanMu di akhir? Bukan karena Kau bukan prioritasku, tetapi
semua cerita yang ada hadir melalui Engkau Ya Rabb. Tanpa izin Kau, kisah-kisah
sederhana itu takkan masuk dalam hidupku. Oleh karena itu, salah satu bentuk
syukurku padamu adalah terimakasih telah menghadirkan mereka-mereka semua di
hidupku. Terimakasih telah memudahkan segala jalan dan meluruskan setiap niat
yang perlahan berubah jalur. Terimakasih telah mengenggamku saat diri ini
jatuh, serasa asa tak lagi ada. Dan... maaf ketika lupa tiba-tiba merajai akan
hadirnya Engkau, hingga dunia terasa lebih penting dibanding akhir yang Kau
persembahkan. Maaf ketika komunikasi kepadaMu perlahan menyurut, karena dunia
terasa lebih bermakna, sedang balasMu telah kuketahui sejak dahulu. Maaf ketika
pikiran tiba-tiba teralih untuk mengingatMu, padahal aku tidak pernah tau,
entah jodoh atau kematian yang akan datang lebih dahulu. Maaf Ya Rabb, dan
terimakasih telah memanggilku untuk selalu kembali, ketika semua itu terjadi. Terimakasih.
Penutup
untuk segalanya.
“Fani,
kau harus tetap kuat, meski susah lelah dan payahnya kehidupan yang kau jalani
saat ini, tetap kuat, tetap melangkah, tetap maju, jangan sekalipun mundur bahkan
terbesitpun jangan pernah! Sekali kau mundur, maka habis sudahlah semua mimpi
yang kau rancang dengan baik. Fani, kau telah bekerja keras! Kau telah melakukannya
denga baik, Fani. Jangan mengingat atas sesuatu yang membuat kau tak percaya
diri, membuat kau lemah. Luka itu takkan hilang dengan sempurna, jika kau tidak
membuatnya terobati dengan sendirinya. Jauh... jauh di depan sana, ada mimpi
yang harus kau genggam. Hayolah fani, kau selalu ingat bahwa duka dan luka itu
takkan pernah usai jika diceritakan terus menerus, yang ada hanyalah cerita
semu tak berkesudahan. Maka sudahilah. Ingat, pengorbanan itu takkan pernah
menjadi sia-sia, jika kau terus berjalan di arah yang benar. Ingat, waktu yang
kau miliki semaki sempit sedang usia terus bertambah. Ingat!”
Dan, Terimakasih.
So sweet :D
ReplyDeleteHaha, si nanad -_-
ReplyDelete