Pages

August 12, 2016

[Jurnal] Dia Perpanjang Usiaku (Lagi)




Selamat bertambah usia, Fani. Ah, dua hari yang lalu bertambah sudah usia kau, Fani. Dan... kau tahu apa artinya? Ya, semakin kecil waktu yang tersisa untuk melakukan banyak hal, dan tanggung jawab yang semakin besar di depan mata. Tidak banyak yang ingin kusampaikan pada tulisan ini. Aku menulis, dengan tujuan ini adalah suatu kewajiban bagiku, ketika digit angka usia itu bertambah. Setidaknya, semua itu menjadi pengingat bagiku untuk tidak bermain-main lagi.
Sejujurnya, aku kesulitan untuk menulis saat ini. Kenapa? Entahlah, mungkin terlalu banyak yang disimpan dalam diam, sehingga tak ada lagi yang bisa dituliskan. Namun pagi ini, akan kucoba semampunya.

Satu tahun silam, saat menulis tentang hari kelahiran ini... hanya cerita lalu yang kuingat kembali, tentang apa yang terjadi, tentang tangis, tentang tawa, tentang mimpi, dan tentang rengkuhan yang selalu hadir dikala lemah. Tetapi, hari ini aku tidak begitu ingin membicarakan yang terjadi satu silam. Cukuplah aku membuatnya tersimpan dengan rapi.

Terimakasih. Sungguh terimakasih telah mengingat hari kelahiran itu di pagi hari. Ketika Sang Kuasa menitipkan ruh itu kembali di raga, terimakasih telah mengucapkannya dengan raut wajah lelah. Aku tahu tanpa kau ucapkan sepatah katapun kalimat, semua doa yang hendak kau sampaikan, telah sampai melalui mata.

Aku selalu takut untuk bereskpresi dengan baik, karena semakin kutunjukkan maka tidak ada lagi tameng yang menjadi kekuatan untukku. Kadangkala aku memang terlihat tidak acuh, tidak peduli apa yang terjadi. Namun percayalah, semua itu hanyalah tindakan untuk menutupi segala rasa lemah, rasa takut yang hadir tanpa permisi. Aku peduli, karena lidahku tak terlalu mahir mengucapkan sederet kalimat penyejuk hati, namun melalui tulisan, kuharap semuanya tersampaikan. Bagaimanapun, kasih dan sayangku kupersembahkan untuk mereka. Aku percaya, bahwa memuliakan mereka adalah kemuliaan pula untukku. Maka dari itu, izinkan aku melakukannya, sedikit demi sedikit dengan cara yang kususun sendiri. Terimakasih. Sekarang aku paham, kenapa Sang Kuasa mendinginkan semua perasaan itu hingga kini... karena ‘mereka’ masih berhak atas waktuku.

Terimakasih untuk mereka yang telah mengingatku, meskipun kesibukan menyita waktu mereka. Aku ingat seorang penulis pernah menyampaikan, meskipun jarang bersua, jarang bercengkrama dengan baik, jarang berbagi kisah, tetapi ketika mereka mengingatmu, maka sesungguhnya mereka peduli. Terimakasih sungguh terimakasih. Doa-doa yang disampaikan itu sungguh kuperlukan, karena kita tidak pernah tau doa dari mana yang akan di jabahNya, boleh jadi dari orang-orang yang tak pernah terlihat oleh kita yang Allah kabulkan. Maka dari itu, terimakasih.

Hai si pemilik angka 26 empat bulan silam. Walaupun kalimat sederhana, tetapi semua itu tak sesederhana yang terlihat. Terimakasih. Aku berharap, suatu masa kelak kita akan berjumpa—saat mimpi-mimpi itu kita raih.

Hai, para “pemberi doa di malam hari”. Aku tidak tahu, kenapa empat orang ini dapat kompak berturut-turut memberi doa di malam hari. Terimakasih. Selain doa, terimakasih telah berada di sisiku, dalam kondisi apapun. Aku tahu, bahwa kalimat takkan berpengaruh banyak, karena yang kita butuhkan hanyalah tindakan, bukan? Aku tahu, waktu kita akan semakin sempit untuk bersama, karena mimpi yang dalam proses untuk diperjuangkan. Namun aku harap, semuanya akan saling mengingatkan dan menguatkan.

Terakhir, untukMu, Rabbku.
Kenapa aku selalu meletakkanMu di akhir? Bukan karena Kau bukan prioritasku, tetapi semua cerita yang ada hadir melalui Engkau Ya Rabb. Tanpa izin Kau, kisah-kisah sederhana itu takkan masuk dalam hidupku. Oleh karena itu, salah satu bentuk syukurku padamu adalah terimakasih telah menghadirkan mereka-mereka semua di hidupku. Terimakasih telah memudahkan segala jalan dan meluruskan setiap niat yang perlahan berubah jalur. Terimakasih telah mengenggamku saat diri ini jatuh, serasa asa tak lagi ada. Dan... maaf ketika lupa tiba-tiba merajai akan hadirnya Engkau, hingga dunia terasa lebih penting dibanding akhir yang Kau persembahkan. Maaf ketika komunikasi kepadaMu perlahan menyurut, karena dunia terasa lebih bermakna, sedang balasMu telah kuketahui sejak dahulu. Maaf ketika pikiran tiba-tiba teralih untuk mengingatMu, padahal aku tidak pernah tau, entah jodoh atau kematian yang akan datang lebih dahulu. Maaf Ya Rabb, dan terimakasih telah memanggilku untuk selalu kembali, ketika semua itu terjadi. Terimakasih.

Penutup untuk segalanya.
“Fani, kau harus tetap kuat, meski susah lelah dan payahnya kehidupan yang kau jalani saat ini, tetap kuat, tetap melangkah, tetap maju, jangan sekalipun mundur bahkan terbesitpun jangan pernah! Sekali kau mundur, maka habis sudahlah semua mimpi yang kau rancang dengan baik. Fani, kau telah bekerja keras! Kau telah melakukannya denga baik, Fani. Jangan mengingat atas sesuatu yang membuat kau tak percaya diri, membuat kau lemah. Luka itu takkan hilang dengan sempurna, jika kau tidak membuatnya terobati dengan sendirinya. Jauh... jauh di depan sana, ada mimpi yang harus kau genggam. Hayolah fani, kau selalu ingat bahwa duka dan luka itu takkan pernah usai jika diceritakan terus menerus, yang ada hanyalah cerita semu tak berkesudahan. Maka sudahilah. Ingat, pengorbanan itu takkan pernah menjadi sia-sia, jika kau terus berjalan di arah yang benar. Ingat, waktu yang kau miliki semaki sempit sedang usia terus bertambah. Ingat!”

Dan, Terimakasih.

2 comments: