Judul : Tentang Kamu
Penulis : Tere Liye
Tahun Terbit : Oktober 2016
Jumlah Hal : 524 Halaman
Penerbit : Republika
Sinopsis
Saya tidak menyangka akan menyelesaikan novel ini
dalam kurun waktu dua hari. Awalnya, saya berencana untuk membawanya bersama ke
Kota Jam Gadang, nyatanya saya justru menamatkannya sebelum hari itu tiba. Saya
tidak tau, apakah tulisan ini nantinya dikenal dengan review. Sudah lama sekali saya tidak menulis dalam konteks
cuat-cuat yang tak jelas (Haha). Kebetulan hari ini—sedang libur Nasional—jadi saya
mencuri waktu sejam kurang lebih untuk mengetik kalimat yang belum tau ujungnya
kemana. Pertama, saya berterimakasih pada junior saya—seorang penggemar Tere
Liye (Haha, lirik Ami ^^karena saya tau harga novel ini tidaklah murah :’)).
Baiklah, mari lupakan tentang cuap-cuap aneh saya.
Penulis : Tere Liye
Tahun Terbit : Oktober 2016
Jumlah Hal : 524 Halaman
Penerbit : Republika
Sinopsis
Terima
kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar
hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita.
Terima kasih. Nasihat lama itu benar sekali, aku tidak akan menangis karena
sesuatu telah berakhir, tapi aku akan tersenyum karena sesuatu itu pernah
terjadi. Masa lalu. Rasa sakit. Masa depan. Mimpi-mimpi. Semua akan berlalu,
seperti sungai yang mengalir. Maka biarlah hidupku mengalir seperti sungai
kehidupan. Atas dasar pekerjaan, Zaman Zulkarnaen harus menelusuri hidup seorang kliennya,
perempuan pemegang paspor Inggris yang barusan meninggal dan mewariskan harta
yang jumlahnya bisa menyaingi kekayaan Ratu Inggris. Tiga negara, lima kota,
beribu luka. Hingga akhirnya Zaman mengerti, bahwa ini bukan sekadar perkara
mengerti jalan hidup seorang klien, melainkan pengejawantahan prinsip kuat di
tengah cobaan yang terus mendera. Tentang Kamu adalah novel terbaru Tere Liye. Sebuah karya yang tak hanya akan
membawa pembacanya menyelami sebuah petualangan yang seru dan sarat emosi, tapi
juga memberikan nilai positif sehingga membuat hidup serasa lebih patut
disyukuri.
Tere Liye mengeluarkan karya terbaiknya—lagi dengan
judul “Tentang Kamu”. Sekali lagi, jika tadinya saya seorang pemula untuk
membaca karya-karya beliau, maka jelas sudah saya tertipu dengan judulnya. Sama
seperti novel lainnya yang berjudul “Rindu”, tentunya orang-orang akan
berasumsi bahwa penulis akan menyajikan romansa-romansa klise. Sayangnya kita
semua keliru. Baik itu tentang “Rindu” maupun “Tentang Kamu”, judul ini
memiliki konteks yang berbeda—maksudnya makna yang berbeda—dalam artian yang
lebih luas dan tentu saja sangat dalam.
Pada awal cerita, penulis mengajak pembaca mengenal
sosok Zaman Zulkarnaen—yang saya sudah langsung menduga karakter seperti apa
yang diinginkan oleh penulis. Zaman adalah bekerja sebagai seorang pengacara di
salah satu firma hukum terkemuka di Kota London. Firma hukum yang berbeda
dengan firma hukum lainnya dengan prinsip kejujuran, dan tidak berkhianat. Jujur,
awal saya membuka novel ini saya merasa inilah kali pertama untuk membacanya
hanya sampai pada halaman 10. Setelah itu, saya menutup buku dan melanjutkan
aktivitas lainnya. Rasanya terlalu berat saya mencerna atau karena pengaruh
otak saya yang dalam keadaan tidak stabil? (eh-.-). Tetapi, esok harinya saya
kembali seperti biasa—hanyut dengan cerita yang disajikan oleh penulis yang
berujung tidak bisa berhenti. Saya ingin tau penyelesaian seperti apa yang
dihadirkan oleh penulis kali ini. Entahlah, sejak membaca beberapa karya
beliau, saya cenderung ingin tau ending seperti
apa yang dihadirkan, bukan lagi tentang apa
cerita yang diberikan.
Mungkin pada awal cerita, penulis sengaja menjelaskan
tentang latar belakang dari si tokoh utama—Zaman, sehingga beberapa halaman
saya justru melompat. Namun, ketika pada bagian penulusuran jejak kehidupan Sri
Ningsih… saya baru memasuki petualangannya, dan saya menikmatinya.
Novel ini bercerita tentang Sri Ningsih—seseorang yang
meninggalkan harta kekayaan dengan jumlah fantastis, namun tidak memiliki
wasiat hingga di akhir hayatnya. Nah, disinilah peran dari Zaman, firma hukum
yang memperkejakannya merupakan firma yang mengurus hartanya setelah
kematiannya. Zaman memulai investigasinya dengan menelusuri jejak kehidupan
yang ditinggal oleh Sri Ningsih.
Saya tau, bahwa setiap novel Tere Liye sarat akan
makna, pesan-pesan moral yang kental, dan cerdas seseorang dalam menyikapi
setiap kejadian. Meskipun setelah menamatkannya, saya masih berpikir ada hal
yang terasa kurang oleh saya—bukan tentang ceritanya, namun tentang kekhasan
dari penulis itu sendiri. Saya tidak tau itu apa, namun rasanya ada yang
mengganjal setelah menyelesaikan buku ini. Tetapi, terlepas dari itu…
Apabila berbicara tentang orangtua, saya akan membaca
lamat-lamat tanpa melewatkan satu katapun. Saya suka bagaimana penulis
menjelaskan pentingnya hubungan Ibu dan Anaknya, betapa penting bakti seorang
anak, santun seorang anak, cinta kasih seorang anak kepada ibunya. Bahkan
ketika Zaman mengunjungi panti jompo—lalu tiba-tiba ada seseorang kakek yang
mengira dia adalah anaknya (karena sudah pikun), Zaman hanya mengiyakan dan
membalas pelukan dari orangtua tersebut (dengan berpura-pura menjadi anaknya).
Ah, saya tersentuh. Bahkan ketika hubungan darahpun tidak perlu agar kita dapat
menghormati dan memberikan bentuk rasa kasih kepada mereka. Bagaimana?
Sepenggal kisah itu baru pada bagian awal di novel ini, separuh pun belum
sampai.
“Tunggu
sebentar, Tuan Zaman.” Aimee berseru. Zaman menoleh, langkah kakinya terhenti.
Ada apa?
“Aku
menyaksikan kejadian di lantai dua barusan. Boleh aku bertanya sesuatu?”
“Tentu saja
boleh.”
“Apakah kamu
sungguh-sungguh akan mengunjungi Maximillien lagi, atau itu hanya basa-basi
agar dia melepaskan pelukan dan kamu bisa pergi?” Zaman menatap Aimee tidak
mengerti,
“Tentu saja
aku sungguh-sungguh.”
“Tapi dia
bukan siapa-siapa kamu?” Aimee menatap ingin tahu.
“Memang
bukan. Tapi tempat ini telah memberikan pengalaman menarik dua jam terakhir,
membuatku belajar banyak hal baru. Selain bagiku, janji adalah janji, setiap
janji sesederhana apa pun itu, memiliki kehormatan…” – halaman 45.
Sebenarnya hampir beberapa jam yang lalu, saya
seolah-olah berkelana bersama sosok Zaman, pergi ke Sumbawa, Surakarta, lalu ke
Jakarta, dan dengan segera terbang ke London. Ah, betapa menyenangkannya
membaca novel ini… saya benar-benar ikut dalam petualangan seorang Zaman. Apabila
melihat karakter dari Sri Ningsih—saya serasa melihat sosok Fahri dalam novel
Ayat-ayat Cinta 2—terlalu sempurna, dan jika menemukan sosok semacam itu—saya merasa
beruntung dan luar biasa.
“Aku ingin
sekali punya hati seperti miliknya. Tidak pernah membenci walau sedebu. Tidak pernah
berprasangka buruk walau setetes…” – halaman 206.
Saya tau, ini hanyalah fiktif belaka. Penulis pun
punya tujuan menghadirkan karakter-karakter yang terkesan sempurna—agar pembaca
setidaknya dapat mengambil hal baik dari mereka.
Kenapa novel ini berjudul Tentang Kamu? Inilah bagian
yang indah dalam kehidupan Sri Ningsih, meski berujung perpisahan yang tak
terelakkan. Sri Ningsih menemukan pelabuhan terakhir hatinya saat dia bekerja
sebagai sopir bus di London. Saya selalu percaya bahwa, hal-hal sederhana
justru meluluhkan hati banyak orang.
Ah, saya tidak begitu lihai dalam mengulas tentang
novel ini. Tetapi, dalam novel ini tetap menghadirkan tokoh antagonis. Saya
belajar, bahwa betapa menakutkannya suatu kebencian. Awal mulanya hanya iri,
dengki, kebencian, dan berujung pada balas dendam yang mengerikan.
Saya sudah menebak setiap alur yang terjadi, dan
antara sedih dan senang. Sedih karena sensasi dalam membaca menjadi berkurang—senang
karena tebakan saya benar. Selain itu, ada beberapa hal yang kurang memberikan
perasaan emosional yaitu ketika ibu Sri Ningsih meninggal, dan saat ‘Rahayu’
dan ‘Nugroho’ yang meninggal akibat rhesus yang berbeda. Bagian terbaik yang
saya suka yaitu ketika Hakan menaiki bus yang dikemudikan oleh Sri Ningsih. Ah,
cerita ini sebenarnya sangat klise, tetapi kenapa penulis dapat menceritakannya
dengan sangat ‘lembut’? Ada lagi, saya suka unsur kekeluargaan yang dibangun
dalam novel ini, sungguh kental terutama dengan keluarga Khan. Indah rasanya,
tidak ada hubungan darah apapun, tetapi karena insiden sederhana (kesan pertama),
seseorang bisa begitu sangat baik. Maka catatannya 😃 berikanlah kesan terbaik dengan siapapun… kita tidak
pernah taukan apa yang akan terjadi kelak? Setelah membaca novel ini, saya jadi
berkesimpulan bahwa menjadi seorang pengacara itu sungguh menyenangkan (yaa)
jika memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran (ah, berandai-andai -___-).
Sepertinya saya mulai ngelantur dari topik awalnya, tunggu saya masih mengingat
bagian-bagian terbaik dari buku ini (Saya agak sedikit lupa, Ya Tuhan!). Sudah
saya akan mengakhiri tulisan ini dengan baik…saya memberikan 4/5 bintang dengan
alasan yang saya tidak tau kenapa tidak memberikan 5 bintang 😃
Selamat membaca (direkomendasikan) Ah yaa, saya harus
melanjutkan misi menyelesaikan Tugas Akhir sambil menyudahi semua
timbunan buku, mohon doanya :’)
Salam
Tere Liye memang selalu menjadi penulis favorit saya. Lewat novel yang berjudul tentang kamu ini, kita disuguhkan oleh kisah hidup ningsih yang menurut saya penuh perjuangan, kisah tragis dan sedih, yang mana sangat layak untuk dijadikan sebagai tauladan. Aku suka banget sama novel ini, huhuhuh
ReplyDelete