Judul :
Pelita – The Silence Songs
Pengarang
: Rahmi Gusniarti
Tahun
terbit : Desember 2015
Penerbit
: CV. Alif Gemilang Pressindo
Jumlah
halaman : 330 halaman
Sinopsis
“Apis.. stop!” Ajaib! Instruksi itu
menghentikan langkah Hafizd. Ia seolah disihir menjadi patung. Tubuhnya terpaku.
“Kalau kau lari, aku akan mengejarmu ke
manapun kau pergi. Kalau kau berhenti, aku tak akan menyentuh atau memintamu
untuk menyatakan cinta padaku. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu Apis..”
pinta Pelita. Hafizd memenuhi permintaan itu. Ia merasa lelah jika
terus-terusan berurusan dengan Pelita. Hafizd membalikkan badan dan mendekati
Pelita.
“Baiklah, aku akan menjawabnya. Tapi janji
ya, jangan ganggu aku lagi!” Hafizd memberi syarat.
“Ya...ya.. ya.. ok!”
“Pertanyaannya, apakah kau mencintaiku?”
Matanya terbelalak, telinganya seolah ingin
terlepas dari kepalanya. Lagi-lagi pertanyaan itu membuat ia bergetar.
“Astagfirullah.” Segera ia beristigfar.
Pelita—The
Silence Songs merupakan novel pertama yang ditulis oleh Rahmi Gusniarti. Suatu
kebanggaan bagi saya adalah, berada di kampus yang sama dengannya. Saya
berterimakasih kepada “seseorang” yang dengan baik hati meminjamkan novel ini
pada saya. Kenapa? Saya belajar banyak dan tengah mempelajari sesuatu dari
novel ini. Baiklah, bagaimana dengan novel ini?
Jujur,
beberapa minggu ini saya selalu kesulitan untuk menulis. Entah bagaimana,
tiba-tiba otak saya buntu, dan tak tahu harus menulis apa. Maka, pada review
novel inipun akan berlaku hal yang sama. Saya akan menulis apa yang saya ingat,
bahkan bisa dibilang ini bukanlah sebuah review buku.
Novel
ini bercerita tentang seorang gadis bernama Pelita. Saya menyebutnya adalah
gadis yang tomboi, berprilaku tidak seperti gadis pada umumnya. Ia mempunyai
kebiasaan datang terlambat, dan menjahili teman-teman yang ia anggap “aneh”. Tetapi,
waktu membuatnya berubah. Saya pernah mendengar kalimat ini “Kadangkala, kita begitu membenci sesuatu
padahal ia amat baik bagimu. Kadangkala, kita begitu menyukai sesuatu, padahal
ia amat buruk untukmu.” Saya hanya berpikir bahwa tidak selamanya sesuatu
yang kita anggap buruk itu adalah buruk, begitu juga sebaliknya. Oleh karena
itu, orang bijak menyebutkan, jangan
teramat membenci seseorang, karena ada masanya perasaan itu akan berbalik. Begitu
juga sebaliknya, jangan teramat menyukai seseorang, karena bisa jadi esok lusa
perasaan benci tak terelakkan. Maka, bersikaplah biasa-biasa saja. Itulah yang
terjadi pada diri Pelita. Dahulunya ia begitu membenci orang-orang yang
berpakaian dan bertingkah islami. Namun, karena suatu perkara, hidayah itu
datang padanya. Memang benar, hidayah itu tak berpintu. Ia bisa datang kapan
dan dimana saja. Hanya satu, asal Allah menginginkan hidayah itu datang di
salah satu hati hambanya, maka datanglah ia.
Lalu,
bagaimana dengan romansanya? Salah satu faktor yang menyebabkan saya dengan
cepat membaca novel ini, karena nuansa romansanya. Sebenarnya saya tidak
menyangka akhir pelabuhan hati seorang Pelita akan kepada pemuda itu. Saya
ingat ketika tanpa sadar keseringan senyum-senyum sendiri ketika membaca novel
ini. Tetapi, akhir yang disajikan penulis membuat saya tidak kecewa dengan
novel ini.
Kelebihan
dari novel ini adalah setiap kalimat yang dituliskan oleh penulis diiringi oleh
Dalil-dalil, sehingga adanya kekuatan dari kalimat penulis. Saya menemukan
banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan sesuatu. Akibatnya, pembaca tidak
hanya sekedar membaca, tetapi juga menyimpan ilmu agama setelah membaca novel
ini. Selain itu, penggambaran latar begitu apik dijelaskan oleh penulis. Saya
dapat melihat bahwa setiap kisah yang lahir merupakan rutinitas yang dilakukan
oleh penulis. Hal ini menyebabkan saya sedikit paham apa yang dilakukan dalam
suatu forum. Saya berharap banyak orang yang membaca novel ini, dan boleh jadi
seseorang mendapatkan hidayah dari sini—sama seperti kisah Pelita di dalamnya. Tidak
hanya unsur religi yang dikentalkan di dalamnya, namun pesan-pesan moral juga
banyak disisipkan baik itu secara tersirat maupun tersurat.
Walaupun
begitu, satu hal yang saya yakini, bahwa tulisan dapat bermetamorfosis. Ini
merupakan novel pertama dari penulis, dan suatu hal yang luar biasa dapat merapungkan
tulisan menjadi sebuah buku. Tidak dapat dipungkiri bahwa novel ini tetap
memiliki beberapa kekurangan. Tetapi, seiringnya waktu kekurangan itu akan
tertutupi dengan sendirinya. Saya berharap penulis dapat produktif dalam
menghasilkan karya dan menjadi motivator untuk yang lain dalam menulis.
Hingga detik
ini, saya iri dengannya. Iri dalam artian positif. Salah satu mimpi saya adalah
ini, melahirkan sebuah karya yang dapat dibaca banyak orang. Saya selalu
berharap bahwa tulisan dapat mengubah hidup, pemikiran, dan cara pandang
seseorang. Melalui tulisan saya ingin membuat orang bahagia. Maka, saya berdoa
suatu hari nanti dapat melahirkan hal yang sama dengan penulis. Amiin Ya
Allah^^
Ada
beberapa kutipan dari novel ini yang saya sukai:
“Jodoh itu adalah cerminan diri kita
sendiri. Siapa kita, seperti apa kita, maka seperti itulah yang akan mendampingi
kita suatu saat nanti. Kita tidak perlu sibuk memikirkan siapa yang terbaik
untuk kita. Ini saatnya untuk menjadikan diri lebih baik, tingkatkan kualitas
diri agar Allah datangkan yang juga berkualitas nantinya.” (Dalam Pelita,
hal:110)
“Jadilah air yang selalu tenang sehingga
dapat memadamkan api orang lain yang membara dan membersihkan segala kotoran dari
orang lain. Karena setiap kata dari aliran air yang bermakna, akan menghayutkan
orang-orang yang menyelaminya. Jangan bagai air beriak, sangatlah dangkal
ilmunya.” (Dalam Pelita, hal:211)
“Ketika Allah tak engkau posisikan di
relung hati, yakinlah ada kegersangan yang kau rasakan. Engkau akan merasa
kering, sekering debu di padang pasir. Merasa haus, sehaus bumi yang ditinggal
hujan. Sepenggal cerita di tepi hati, segenggam cinta yang menemani. Cukuplah cinta
tertambat karena-Nya. Cukuplah cinta pada apa-apa selainnya terhenti di tepi
hati, tiada sebaik cinta selain cinta karena penghuni relung hatimu, Allah Azza
Wajalla.”(Dalam Pelita, hal:225)
Sekian
dari saya, ^^
No comments:
Post a Comment