Pages

March 21, 2016

[Review] Pelita: The Silence Songs #RahmiGusniarti

Judul : Pelita – The Silence Songs
Pengarang : Rahmi Gusniarti
Tahun terbit : Desember 2015
Penerbit : CV. Alif Gemilang Pressindo
Jumlah halaman : 330 halaman

Sinopsis
“Apis.. stop!” Ajaib! Instruksi itu menghentikan langkah Hafizd. Ia seolah disihir menjadi patung. Tubuhnya terpaku.
“Kalau kau lari, aku akan mengejarmu ke manapun kau pergi. Kalau kau berhenti, aku tak akan menyentuh atau memintamu untuk menyatakan cinta padaku. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu Apis..” pinta Pelita. Hafizd memenuhi permintaan itu. Ia merasa lelah jika terus-terusan berurusan dengan Pelita. Hafizd membalikkan badan dan mendekati Pelita.
“Baiklah, aku akan menjawabnya. Tapi janji ya, jangan ganggu aku lagi!” Hafizd memberi syarat.
“Ya...ya.. ya.. ok!”
“Pertanyaannya, apakah kau mencintaiku?”
Matanya terbelalak, telinganya seolah ingin terlepas dari kepalanya. Lagi-lagi pertanyaan itu membuat ia bergetar.
“Astagfirullah.” Segera ia beristigfar.
Pelita—The Silence Songs merupakan novel pertama yang ditulis oleh Rahmi Gusniarti. Suatu kebanggaan bagi saya adalah, berada di kampus yang sama dengannya. Saya berterimakasih kepada “seseorang” yang dengan baik hati meminjamkan novel ini pada saya. Kenapa? Saya belajar banyak dan tengah mempelajari sesuatu dari novel ini. Baiklah, bagaimana dengan novel ini?

Jujur, beberapa minggu ini saya selalu kesulitan untuk menulis. Entah bagaimana, tiba-tiba otak saya buntu, dan tak tahu harus menulis apa. Maka, pada review novel inipun akan berlaku hal yang sama. Saya akan menulis apa yang saya ingat, bahkan bisa dibilang ini bukanlah sebuah review buku.

Novel ini bercerita tentang seorang gadis bernama Pelita. Saya menyebutnya adalah gadis yang tomboi, berprilaku tidak seperti gadis pada umumnya. Ia mempunyai kebiasaan datang terlambat, dan menjahili teman-teman yang ia anggap “aneh”. Tetapi, waktu membuatnya berubah. Saya pernah mendengar kalimat ini “Kadangkala, kita begitu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu. Kadangkala, kita begitu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk untukmu.” Saya hanya berpikir bahwa tidak selamanya sesuatu yang kita anggap buruk itu adalah buruk, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, orang bijak menyebutkan,  jangan teramat membenci seseorang, karena ada masanya perasaan itu akan berbalik. Begitu juga sebaliknya, jangan teramat menyukai seseorang, karena bisa jadi esok lusa perasaan benci tak terelakkan. Maka, bersikaplah biasa-biasa saja. Itulah yang terjadi pada diri Pelita. Dahulunya ia begitu membenci orang-orang yang berpakaian dan bertingkah islami. Namun, karena suatu perkara, hidayah itu datang padanya. Memang benar, hidayah itu tak berpintu. Ia bisa datang kapan dan dimana saja. Hanya satu, asal Allah menginginkan hidayah itu datang di salah satu hati hambanya, maka datanglah ia.

Lalu, bagaimana dengan romansanya? Salah satu faktor yang menyebabkan saya dengan cepat membaca novel ini, karena nuansa romansanya. Sebenarnya saya tidak menyangka akhir pelabuhan hati seorang Pelita akan kepada pemuda itu. Saya ingat ketika tanpa sadar keseringan senyum-senyum sendiri ketika membaca novel ini. Tetapi, akhir yang disajikan penulis membuat saya tidak kecewa dengan novel ini.

Kelebihan dari novel ini adalah setiap kalimat yang dituliskan oleh penulis diiringi oleh Dalil-dalil, sehingga adanya kekuatan dari kalimat penulis. Saya menemukan banyak sekali dalil-dalil yang menjelaskan sesuatu. Akibatnya, pembaca tidak hanya sekedar membaca, tetapi juga menyimpan ilmu agama setelah membaca novel ini. Selain itu, penggambaran latar begitu apik dijelaskan oleh penulis. Saya dapat melihat bahwa setiap kisah yang lahir merupakan rutinitas yang dilakukan oleh penulis. Hal ini menyebabkan saya sedikit paham apa yang dilakukan dalam suatu forum. Saya berharap banyak orang yang membaca novel ini, dan boleh jadi seseorang mendapatkan hidayah dari sini—sama seperti kisah Pelita di dalamnya. Tidak hanya unsur religi yang dikentalkan di dalamnya, namun pesan-pesan moral juga banyak disisipkan baik itu secara tersirat maupun tersurat.

Walaupun begitu, satu hal yang saya yakini, bahwa tulisan dapat bermetamorfosis. Ini merupakan novel pertama dari penulis, dan suatu hal yang luar biasa dapat merapungkan tulisan menjadi sebuah buku. Tidak dapat dipungkiri bahwa novel ini tetap memiliki beberapa kekurangan. Tetapi, seiringnya waktu kekurangan itu akan tertutupi dengan sendirinya. Saya berharap penulis dapat produktif dalam menghasilkan karya dan menjadi motivator untuk yang lain dalam menulis.

Hingga detik ini, saya iri dengannya. Iri dalam artian positif. Salah satu mimpi saya adalah ini, melahirkan sebuah karya yang dapat dibaca banyak orang. Saya selalu berharap bahwa tulisan dapat mengubah hidup, pemikiran, dan cara pandang seseorang. Melalui tulisan saya ingin membuat orang bahagia. Maka, saya berdoa suatu hari nanti dapat melahirkan hal yang sama dengan penulis. Amiin Ya Allah^^

Ada beberapa kutipan dari novel ini yang saya sukai:

“Jodoh itu adalah cerminan diri kita sendiri. Siapa kita, seperti apa kita, maka seperti itulah yang akan mendampingi kita suatu saat nanti. Kita tidak perlu sibuk memikirkan siapa yang terbaik untuk kita. Ini saatnya untuk menjadikan diri lebih baik, tingkatkan kualitas diri agar Allah datangkan yang juga berkualitas nantinya.” (Dalam Pelita, hal:110)

“Jadilah air yang selalu tenang sehingga dapat memadamkan api orang lain yang membara dan membersihkan segala kotoran dari orang lain. Karena setiap kata dari aliran air yang bermakna, akan menghayutkan orang-orang yang menyelaminya. Jangan bagai air beriak, sangatlah dangkal ilmunya.” (Dalam Pelita, hal:211)

“Ketika Allah tak engkau posisikan di relung hati, yakinlah ada kegersangan yang kau rasakan. Engkau akan merasa kering, sekering debu di padang pasir. Merasa haus, sehaus bumi yang ditinggal hujan. Sepenggal cerita di tepi hati, segenggam cinta yang menemani. Cukuplah cinta tertambat karena-Nya. Cukuplah cinta pada apa-apa selainnya terhenti di tepi hati, tiada sebaik cinta selain cinta karena penghuni relung hatimu, Allah Azza Wajalla.”(Dalam Pelita, hal:225)

Sekian dari saya, ^^

No comments:

Post a Comment