Pages

August 19, 2017

[Review] Bidadari Bermata Bening #Habiburrahman El Shirazy


Judul : Bidadari Bermata Bening
Pengarang : Habiburrahman El Shirazy
Tahun terbit : April 2017
Penerbit : Republika
Jumlah halaman : 337 halaman

“Saat masih muda, saat masih dalam fase menuntut ilmu sebaiknya tidak memikirkan hal lain kecuali ilmu. Ingat, ilmu tidak akan didapat kecuali dengan dikejar sungguh-sungguh. Sedangkan jodoh sudah disediakan oleh Allah. Kalau saat kau harus mengejar ilmu malah mengejar jodoh, kau bisa kecewa jika ternyata yang kau kejar bukan jodohmu, dan ilmu sudah pergi jauh dari jangkauanmu.” –halaman 56.
Bidadari Bermata Bening. Kali terakhir saya membaca karya Kang Abik adalah Ayat-ayat Cinta 2 yang menurut saya cukup fenomenal. Novel ini cukup menarik minat saya untuk membacanya karena judul dan desain sampulnya yang cantik. Kurang lebih sebulan saya menimbun novel ini karena suatu hal yang harus saya selesaikan. Dan, kemarin sore saya memulai dan menyelesaikannya hari ini.

Saya sedikit kesulitan mendeskripsikan isi ceritanya. Novel ini mengisahkan sosok seorang gadis bernama Ayna. Dia merupakan seorang santri yang sekaligus bekerja sebagai khadimah. Penulis mendeskripsikan Ayna sebagai wanita yang cantik, sholehah, anggun, dan segala kebaikan ada di dalam dirinya. Sama sepertinya karya-karya Kang Abik sebelumnya, tokoh-tokoh yang dihadirkan selalu memiliki karakter yang istimewa bahkan nyaris sempurna. Sebenarnya masalah yang dihadirkan pada novel tidak serumit permasalahan Fahri dan Aisha. Bagaimana rasanya jika suatu niat baik justru datang terlambat? Afif dan Ayna.

“Jangan, Bah. Kalau Abah lakukan itu, Afif akan semakin menderita. Afif tidak mau menjadi penyebab Abah menabrak aturan Baginda Nabi. Seorang muslim tidak boleh melamar di atas lamaran saudaranya. Apalagi merusaknya, membatalkan akad nikah yang sudah siap disebar…” –halaman 183.

Saya suka kisah mereka berdua. Sebenarnya masalah yang dihadirkan cukup sederhana. Hanya saja, saya seolah menyaksikan terlalu banyak drama dalam kisah Afif dan Ayna. Bukan saya tidak menyukai drama dalam karya fiksi, tapi ada beberapa bagian cerita yang seolah dipaksakan. Akibatnya, saya pun merasa tidak nyaman dan merasa 'geli' sendiri. Saya belum mampu memahami sosok Ayna maupun Afif dengan baik. Bagi saya, niat penulis adalah baik. Bagaimana menghadirkan suatu cerita dengan sekelumit masalah dan berakhir indah. Namun, ada beberapa hal dalam pandangan saya terkesan klise. Tapi saya paham. Penulis berniat baik untuk menyampaikan bahwa masih banyak orang baik di dunia ini di antara seribu penjahat, percayalah! Selain itu, ada beberapa typo yang saya temukan berulang kali dan cukup menganggu kenyamanan saya dalam membaca.

Meskipun begitu, buku ini sarat akan nilai-nilai agama dan moral yang kental. Deskripsi tentang pesantren pun dengan detail di gambarkan oleh Kang Abik. Masalah yang dihadirkan pun adalah permasalahan kekinian tentang politik dan korupsi. Saya suka dengan karakter Afif dan Ayna. Penulis selalu menghadirkan tokoh dengan karakter yang 'lurus'. Harapannya, pembaca dapat mengikuti jejak yang sama dengan si tokoh. Pelajaran yang saya peroleh adalah tentang prinsip-prinsip agama yang dipegang dengan teguh. Tentang janji yang mesti dipenuhi walaupun janji yang teramat sederhana.

Dan, pada akhirnya hanya inilah yang bisa saya ceritakan tentang Afif dan Ayna. Saya masih berada dalam zona ‘kaku’ untuk menulis, sehingga tidak dipungkiri menyusun deretan kalimat ini membuat saya harus bekerja keras.

Rating : 2/5

No comments:

Post a Comment