Saya mulai tertarik untuk membaca novel sejak duduk di bangku kelas 1 SMP. Awalnya sebagai pengisi waktu luang, lalu lambat laun semua itu menjadi kebiasaan yang menyenangkan. Setiap hari saya menyisihkan uang untuk membeli buku. Saya membeli buku dari uang yang disisihkan setiap bulannya, karena saya memiliki tabungan tersendiri untuk membeli buku.
Seiring waktu saya pun mulai mengenal karya-karya Kak Prisca. Saya tidak ingat kapan tepatnya mulai memasukkan novelnya dalam book wish list. Novel pertama Kak Prisca yang saya beli adalah Eclair: Pagi Terakhir di Rusia. Saya membeli buku ini bukan karena penulisnya, melainkan karena sampul buku yang terlihat menarik di mata saya. Alasan ke dua karena judulnya. Bagi saya, judul pun ikut dalam mengisyaratkan isi dari suatu buku.
Saya membacanya saat duduk di bangku SMA. Beberapa kali saya memastikan bahwa penulisnya adalah penulis lokal. Saya seolah sedang membaca novel terjemahan. Kenapa demikian? Pada masa itu, saya masih terbiasa dengan novel teenlit yang cenderung dialog dibandingkan narasi cerita. Oleh karena itu, tidak mengherankan saya menganggap ini novel terjemahan karena cenderung menampilkan narasi. Saya menyukai novel ini karena tidak sekadar tentang romansa, namun bercerita tentang persahabatan, kematian, dan persaudaraan yang rumit. Saya tertarik mencari tau tentang Rusia setelah membaca novel ini. Bayangkan, ketika pembaca penasaran terhadap sesuatu yang diceritakan, itu pertanda apa? Saya mengenal siapa Leo Tolstoy juga dari novel ini. Waktu itu, saya bukanlah seorang penikmat sastra luar atau dalam negeri.
*****************************
Pada tahun 2013 saya membeli novel ini tanpa memperhatikan penulisnya. Saat itu, saya cenderung menyukai hal-hal yang berhubungan dengan Paris. Entah karena sedang cukup labil atau memang sedang trennya barangkali. Saya suka dengan sampulnya, lalu sinopsisnya yang jauh dari ekspektasi. Paris: Aline yang ditulis penulis bukanlah kisah roman picisan belaka. Bukan kisah cinta sederhana dengan kata-kata mendayu-dayu dan sebagainya. Justru kisah antara Aline dan Sena berbanding terbalik dengan Kota Paris yang identik dengan romantisme belaka. Saya baru menyadari kalau novel ini ditulis oleh penulis yang sama dengan Eclair, ketika membaca profil penulis. Astaga! Dan esok-esoknya, saya memutuskan untuk membeli setiap karyanya.
*****************************
Beberapa bulan setelah itu, Evergreen pun terbit. Saya membeli bukan lagi karena sampul atau cerita yang disajikan. Tapi karena penulisnya adalah Prisca Primasari. Semakin ke sini, ada satu hal yang saya sukai dari setiap karyanya: tidak ada romansa yang berlebihan di setiap tulisannya. Kisah cinta yang dihadirkan selalu menghangatkan. Saya ingat bagian ketika Yuya datang ke rumah Rachel untuk mengantarkan sesuatu. Padahal hanya pertemuan dan percakapan singkat, namun berkesan bagi saya. Sekali lagi, buku ini bercerita tentang persahabatan dan keluarga.
*****************************
Ketika menyusun empat buku ini dalam rak buku, saya menyadari semuanya memiliki sampul berwarna hijau. Di antara buku Kak Prisca yang saya baca, barangkali Priceless Moment yang mengangkat kisah tentang seseorang yang telah berkeluarga. Setelah membaca buku ini, saya memahami bagaimana menghargai waktu dengan baik. Bagaimana meluangkan sedikit waktu untuk keluarga di sela-sela tuntutan hidup. Saya menyakini mereka masih berhak atas waktu yang saya miliki. Buku ini mengajarkan bahwa momen yang sama tidak akan pernah terulang untuk kedua kalinya. Dan yang telah pergi tidak akan pernah datang dengan wujud yang sama lagi. Karena pergi berarti 'meninggalkan', dan yang 'ditinggalkan' hanya akan merasa kehilangan.
*****************************
Beberapa bulan setelah itu, saya tanpa sengaja menemukannya di salah satu toko buku di Padang. Terkadang menyukai sesuatu tanpa sadar membuat kita lupa untuk menjaga wibawa diri. Buku ini sudah termasuk langka beredar di pasaran. Sehingga ketika menemukannya adalah sesuatu yang menyenangkan. Ekspresi saya kala itu? Ah, untung saya hanya sendiri mengitari jajaran buku waktu itu. Sama seperti buku-buku sebelumnya, ceritanya sederhana namun menghangatkan.
*****************************
Saya suka dengan sampulnya, terlepas dari penulisnya. Dengan mengambil latar di Jepang serta mengambil cerita mengenai kematian. Saat membaca buku ini, beberapa saya teringat kisah Death Note. Haha. Sebenarnya buku ini lebih menekankan bagaimana melanjutkan hidup setelah melalui masa yang panjang karena kehilangan. Bagaimanapun kehilangan tidak pernah berakhir manis. Dan pada akhirnya Hitomi dapat melanjutkan hidup dengan sisa-sisa harapan yang dimilikinya.
*****************************
Lalu saya bertemu dengan novel-novel selanjutnya. Jika dibandingkan dengan novel sebelumnya, barangkali With or Without You 'lebih cerah' meskipun sisi gelapnya masih disajikan dengan baik. Kalau tidak salah dalam novel ini saya mengenal Edgar Allan Poe. Hal yang saya senangi setiap membaca karya Kak Prisca adalah saya mengenal beberapa penulis luar yang sebelumnya sama sekali tidak saya ketahui. Walaupun kisah Gris dan Tulip cenderung berjalan bak air mengalir, tapi kisah mereka tetap menghangatkan bagi saya. Kenapa? Bagaimana tetap berada di sisi seseorang setelah banyak masa sulit yang terjadi?
*****************************
Menurut saya, Purple Eyes merupakan karya Kak Prisca yang paling gelap, karena berbicara tentang kematian, pembunuhan, shinigami, dan perasaan kehilangan. Saya tidak tau dalam kondisi seperti apa Kak Prisca menulis novel ini. Saya selalu menyakini bahwa apa yang ditulis oleh seseorang sebagian adalah apa yang terjadi dengan dirinya. Bagi saya seperti itu. Hal unik lainnya adalah novel ini berlatar di Norwegia, sebuah negara yang teramat dingin. Barangkali karena kisah Ivarr yang teramat kelabu, penulis pun memilih Norwegia sebagai latar tempatnya. Ah ya, novel ini telah diadaptasi ke dalam bentuk webtoon. Ketika diadaptasi ke dalam webtoon, saya merasa tokoh dan karakternya menjadi lebih hidup dan nyata.
*****************************
Novel ini terbit tahun 2012 yang waktu itu saya duduk di bangku SMA. Namun saya baru menemukannya pada tahun 2017 silam. Itupun tidak lagi baru, melainkan bekas. Saya membeli di salah satu olshop di instagram (baca: @21barangbekas). Saya tidak pernah membeli novel bekas, dan ini pertama kalinya. Bersyukurnya kondisi buku masih dalam keadaan sangat baik. Saya hanya ingin membaca karya-karya Kak Prisca sekaligus membandingkannya dari tahun ke tahun. Beautiful Mistake, yang jika saya membacanya saat SMA mungkin tepat karena saya masih menyukai novel teenlit. Tapi saat saya membaca pada tahun 2017, novel ini sebagai pembuktian bahwa tulisan dapat bermetamorfosis. Ini adalah karya penulis di tahun 2012, dan lihatlah bagaimana tulisannya di tahun-tahun berikutnya. Semakin mengagumkan.
*****************************
Bagi saya Love Theft dan Lovely Heist adalah karya terbaik Kak Prisca Primasari yang pernah saya baca. Kenapa? Liquor, Frea, dan Night seolah hidup dalam imajinasi saya. Kisah mereka tidak hanya tentang masa lalu, namun juga tentang pengorbanan dan keluarga. Mungkin karena itulah saya merasa buku ini kadang terasa hitam, lalu di bagian tertentu terasa putih.
Ketika membaca ketiga buku ini perasaan saya campur aduk. Kadangkala saya menghela napas, kadang tersenyum sendiri, dan kadang tertawa terutama menyaksikan tingkah anggota Arthropods yang aneh-aneh. Namun semua karakter aneh yang disajikan penulis itulah yang membuat buku ini terasa lengkap. Saya tau bahwa Liquor, Frea, dan Night adalah kesayangan dari Papillon. Mungkin karena itu pula lah mereka dicintai oleh pembaca. Saya percaya bahwa apa yang ditulis dari hati, akan sampai ke hati pula. Sebenarnya saya belum rela kisah mereka selesai. Tapi, mau bagaimana lagi (>.<)
*****************************
Ini adalah karya Kak Prisca yang belum saya sentuh. Saya membelinya ketika PO Lovely Heist. Saat saya ingin membeli buku ini di Gramedia, sayangnya sudah habis. Saya menunggu waktu yang tepat untuk membelinya melalui online (mengingat ongkir yang mahal -_-). Ternyata waktu yang tepat adalah ketika Lovely Heist terbit. Saya bersyukur buku ini belum langka seperti Beautiful Mistake. Beberapa review menyebutkan bahwa buku ini auranya lebih cerah dibandingkan buku Kak Prisca lainnya. Haha.
*****************************
Terkadang kita ingin membaca sesuatu karena kisah yang disuguhkan memang kita menyukainya, atau sama yang kita rasakan saat itu. Hampir semua karya Kak Prisca mengandung sisi gelap, kelam, luka, namun menghangatkan hati. Itulah ciri khasnya. Selain itu yang menarik dari setiap tulisannya adalah pemilihan nama tokoh (antimainstream sekali wkwk). Semisal: Liquor, Night, Solveig, Ivarr, Gris, Tulip, Vinter, Florence, Lieselotte, Sergei, Lhiver, Sena, Yuya, dan yang lainnya. Di antara banyak nama itu, gadis pada buku Priceless Moment yang susah sekali saya mengejanya (saya terpaksa membuka buku untuk mengetahui ejaannya sudah benar atau belum -___-).
Terakhir, saya dapat menyelesaikan tulisan ini. Padahal niat menulisnya jauh beberapa tahun yang lalu, alasannya menunggu 'pasukan' nya lengkap dulu. Haha. Saya menunggu karya-karya selanjutnya, Kak. Tetap berkarya. Dan, terimakasih telah menulis karena saya belajar banyak melalui itu :)
Salam.
|
No comments:
Post a Comment