Pages

August 13, 2013

[Jurnal] Our Story, About Us


Aku tidak tahu kenapa menulis cerita ini. Bingung sekaligus harus berpikir keras untuk menjemput memori beberapa tahun silam. Hari ini adalah satu hari sebelum menuju hari nan berkah—aku menulisnya. Sambil mendengarkan alunan lagu Original Sountrack Serial Drama Friends—Aku juga kurang tahu. (No one could ever know me || No one could ever see me || Since you're the only one who knows what it's like to be me|| Someone to face the day with || Make it through all the best with || Someone who always laughs at || Even when I'm at my worst, I'm best with you) :’)

August 1, 2013

[Jurnal] 'Kegilaan' Pada Kak Orizuka


Okke Rizka Septiana—Orizuka, dialah sosok penulis yang tiba-tiba membuatku tergila-gila untuk mengoleksi karya-karyanya. Sebenarnya cukup lucu, karena aku bukanlah fans atau penggilanya dari tahun yang lama. Aku BARU tergila-gila dengan karyanya di tahun ini. Ya, tahun 2013. Tahun yang menurutku begitu banyak lika liku untukku. ^ ^

Berawal dari ketidak tahuanku tentang karyanya, dan tidak begitu ngeh dengan karyanya. Menurutku, bukan untuk pertama kali di tahun 2013 aku membaca karyanya. Tetapi sudah jauh, bahkan ketika aku masih duduk di bangku SMP aku sudah membaca karyanya. Seperti yang kukatakan tadi, aku tidak begitu ngeh, dan tidak terlalu memperhatikan siapa penulis novelnya. Sewaktu SMP, salah seorang temanku dengan senang hati meminjamkan novel Kak Ori yang berjudul Summer Breeze—-novel yang sudah diangkat ke layar lebar. Aku hanya sekedar membacanya tanpa tahu siapa penulisnya. Lalu, aku kembali dipinjamkan novel Kak Ori yang berjudul High School Paradise *seri pertama*, dan reaksiku tetap sama—AKU TIDAK TERLALU MEMPEDULIKAN PENULISNYA. Hingga aku mengecap pendidikan terakhirku di SMA, barulah aku sadar jika novel-novel yang selama ini kubaca adalah milik Kak Ori. Oke, beginilah kronologi aku mulai tertarik dengan novel Kak Ori. \m/

[Review] First Time In Beijing #RiawaniElyta

    Hari ini cuaca di luar rumah sungguh terik. Bahkan aku ragu keluar sekedar menyaksikan hiruk pikuk kendaraan. Alih-alih menghilangkan rasa bosan, aku akan bercerita tentang novel yang beberapa hari lalu selesai kubaca. Aku tidak menyebut tulisan ini sebagai resensi. Hanya tulisan dengan caraku bercerita, berbagi apa yang ada dalam novel ini. ^ ^

“First Time In Beijing” itulah judul novel yang tanpa sengaja terbeli olehku. Novel yang ditulis oleh Riawani Elyta dengan setting di Beijing membuatku tertarik membelinya. Oke, mungkin itu alasan pertamaku membelinya. Aku mengitari rak demi rak tanpa merasa lelah, padahal saat itu aku tengah berpuasa (tentu saja, jika sudah berada di toko buku, semuanya LUPA  -____-). Lalu, langkahku terhenti pada deretan buku dengan label Setiap Tempat Punya Cerita. Aku masih ingat, di sana berjejer tiga buah novel dengan label yang sama.

[Cerpen] Senja Terakhir Edelweis

            Senja semakin menepi ke ujung peredaran bumi. Semilir angin pun semakin mempererat naluri, bahwa gelap akan segera hadir di antara lalu lalang manusia. Aku hanya duduk termangu, menyaksikan satu persatu anak –anak seumuranku dengan bebas lari ke sana kemari. Bermain pasir, bermain ombak, bahkan dengan girangnya berbasah-basah dengan ombak. Ombak pun dengan senang hati mengikuti langkah kebahagiaan mereka, ikut membasahi pakaian-pakaian indah mereka. Aku tetap termangu, duduk di antara deretan kursi plastik berwarna merah yang tampak memudar. Sesekali aku melihat ke arah bebatuan yang  ramai dikunjungi oleh muda mudi yang asyik bermadu kasih, sekaligus menyaksikan senja yang indah. Lalu, aku tetap termangu, sekaligus iri. Karena aku, tidak bisa. Aku tidak bisa melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan banyak orang.

July 9, 2013

[Cerpen] Cinta di Tanggal Satu Juni


Aku duduk di depan kelas yang pernah kurasakan kenangan pahit. Kenangan pahit yang sulit untuk kuhapus sampai saat ini. Ini adalah sekolah yang pernah membuatku mengeluarkan air mata karena kehilangannya. Dia tidak pergi untuk selamanya. Dia hanya pergi untuk sementara ketika itu. Hari ini adalah reunianku bersama teman-teman seangkatan denganku 2008/2009 SMA 10 Padang. Hari ini tanggal 1 Juni. Bertepatan dengan tanggal itu, hatiku galau karenanya. Sungguh aku masih berharap dia akan ada untukku.
 ”Sin, kok kamu ngelamun di sini?”tanya Popy sahabatku semenjak SMA. 
 ”Nggak, aku cuma ingin duduk di sini!
“Aku ngerti perasaanmu Sin! Aku tahu, kamu belum bisa lupain itu semua!”ucapnya sambil merangkulku.
Ingin rasanya aku menangis dalam pangkuan Popy. Aku ingin mengeluarkan rasa sedihku, rasa sesak batinku. Tapi, hatiku semakin sulit untuk menangis. Entah mengapa, aku pun juga tak tahu. Yang kutahu hanyalah, dia membuat hatiku beku untuk menangis.
**

[Cerpen] Give Me Once Chance

Jika aku bisa kembali pada keadaan normalku, aku akan lakukan. Jika aku bisa memutar waktu yang sempat kubuang sia-sia, aku akan lakukan. Jika aku mampu memperbaiki semua hal yang kurusak, aku akan lakukan. Namun saat ini, aku hanya bisa bersabar menghadapi kenyataan yang melandaku. Aku hanya menanti, secercah kesempatan yang mungkin Tuhan ingin berikan padaku. Walaupun hanya secuil, aku berjanji akan membuat hidup ini lebih berarti.
*
Aku membuang puntung rokok dan melenggang menuju kelas yang kutinggal lima jam yang lalu. Aku mengesampingkan tas sekaligus menyembunyikan korek api yang kubawa dari rumah. Aku melenggang masuk tanpa meminta izin terlebih dahulu dengan guru bidang studi yang mengajar di kelasku.
“Hi you!! Stop!!” teriak guruku dengan suara yang menggema seisi kelas.
“Ya? Are you talking with me?”balasku dengan bahasa inggris yang lancar. Mrs. Tina mendekati dengan wajah hendak menerkamku. Aku masih melihatnya dengan sikap acuh dan bisa dinilai tidak sopan.
“Stephanie!! Apa kamu punya attitude yang baik?” ucapnya keras hingga membuat hening sekelas.
“Entahlah miss, aku ragu. Sudahlah miss, jangan marah- marah. Miss nggak mau cepat tua kan? Haa, kalau nggak mau cepat tua,mending diem, duduk, trus ngajar lagi miss. Sip kan miss?” ucapku santai. Mrs. Tina membanting bukunya di depanku. Aku kebingungan melihat responnya yang menurutku sedikit lebai.
“Apa aku salah bicara, miss?” tanyaku dengan sikap polos.
Mrs. Tina menghela napas sambil mengusap dadanya perlahan. Dia mengambil buku yang tadi dilemparnya, lalu kembali duduk di mejanya. Aku sejenak melihatnya lalu berjalan menuju bangku paling belakang.
*