Pages

January 29, 2018

[Jurnal] Ini Hidupmu, Lalu Bagaimana?


Mungkin sudah lama sekali saya tidak mempelajari sesuatu. Mungkin juga karena itu pulalah, saya menjadi orang yang lengah. Ada banyak sekali kesalahan dalam hidup yang umumnya terjadi ketika mengatakan kata ‘nanti’. Karena semua itu berarti ‘tidak akan pernah’. Saya sering menunda pekerjaan, seolah-olah merasa bahwa masih ada hari esok. Namun, esok hari siapa yang tahu? Entah akan bertemu dengan kehidupan atau justru kematian.

Pernahkah merasa tiba-tiba tidak punya tujuan hidup? Pernahkah merasa seolah semuanya telah cukup? Pernahkah merasa bahwa dengan hidup seperti ini: sudah lebih dari cukup? Pernahkah merasa tidak lagi memikirkan apa yang terjadi bertahun-tahun kemudian? Sejenak, hanya memikirkan bagaimana dengan esok pagi, cukup memikirkan satu hari ke depan. Lalu, tanpa disadari pemikiran yang seperti itu menyebabkan hidup tidak lagi bersemangat. Seolah-olah hanya melewati hal yang sama setiap harinya. Tiba-tiba merasa ada sesuatu yang salah. Tiba-tiba hidup dengan nyaman seperti ini tidaklah benar. Lalu apa yang terjadi sebenarnya?

Semua itu saya sadari dengan baik sore tadi. Entahlah, seringkali saya tersadar dengan cara yang sederhana. Saya melakukan kesalahan. Terkadang perasaan mudah puas dengan sesuatu itu tidaklah baik. Merasa cukup itu baik, tapi cepat puas dengan suatu pencapaian tidaklah baik seharusnya. Bagi saya perasaan cepat puas justru menghadirkan tidak ada lagi keinginan-keinginan selanjutnya. Mungkin itulah yang saya lakukan beberapa bulan belakangan ini. Alhasil, hidup dengan rutinitas seperti ini tidak selamanya menyenangkan.

Saya lengah tanpa disadari. Saya mengucapkan berkali-kali ‘nanti’ terhadap sesuatu yang semestinya saya kerjakan. Pada akhirnya, hingga hari ini saya tidak pernah melakukannya. Lalu, menyesalkah? Tentu saja menyesal. Kemana waktu luang yang berlimpah itu saya gunakan? Ah, jangan ditanya untuk apa saya kerjakan.

Saya terlalu banyak berpikir. Jangan terlalu banyak berpikir, Fani. Karena semua itu melelahkan. Bahkan pikiran yang bukan milik saya juga ikut terpikirkan. Bukankah saya serakah dengan hal itu? Terkadang, pikiran aneh menghantui saya: seperti membandingkan kehidupan orang lain, kenapa mereka memiliki kehidupan lebih baik, kenapa mereka lebih beruntung, kenapa mereka dapat dengan mudah memiliki sesuatu yang mereka inginkan, kenapa hidup mereka terlihat tanpa masalah, kenapa dan kenapa. Pemikiran itu membuat saya membenci diri sendiri. Kenapa? Karena dengan pikiran itu secara tidak langsung mengatakan: tidakkah kamu bangga dengan dirimu sendiri, Fani? Dan, jawabannya adalah tidak. Lalu, saya tersadar sore ini. Ini bukan tentang siapapun, tapi tentang hidupmu sendiri, Fani!

Berhentilah membandingkan kehidupan orang lain. Karena yang terlihat di luar tidak serta merta sama apa yang mereka hadapi. Boleh jadi terlihat baik di luar, namun mereka menyimpan tangis. Barangkali mereka terlihat beruntung, tapi boleh jadi mereka telah melalui banyak hal sebelumnya. Jangan membandingkan lagi, karena justru membuat kita tidak pernah menghargai diri sendiri. Saya bersalah untuk diri ini. Bagaimana mungkin saya tidak menghargainya setelah semua hal yang dilakukan?

Berjalanlah untuk dirimu sendiri karena ini hidupmu. Berpikirlah terhadap sesuatu yang menjadi milikmu, seperti apa-apa saja target hidup yang harus diselesaikan. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, terutama menghapus kata ‘nanti’ dalam pikiran saya. Tidak banyak waktu yang saya miliki, kerjakan apa yang bisa dikerjakan hari ini. Mari, fokus dengan rencana-rencana hidup.

Tulisan ini adalah rehat bagi saya. Barangkali hal awal yang mesti saya lakukan adalah: apa target hidup saya setelah ini? Semuanya telah saya tuliskan, hanya saja prosesnya belum dikerjakan dengan sangat baik. Lalu, apa yang akan saya lakukan setelah ini? Kembali. Kembali pada diri sendiri. Saya tidak perlu takut, tidak perlu cemas. Waktu akan selalu berputar dan mari lalui dengan nikmatnya proses, bukankah begitu? Percayalah, pada akhirnya hidup akan kembali pada Sang Pencipta. Lalu, apa yang harus dirisaukan? Cukup hidup dengan baik dan dijalanNya.

Terimakasih. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Bahkan ketika Allah mengatakan terjadilah, maka terjadilah. Percayalah. Apa yang terjadi dahulunya, biarlah terjadi. Hidup bukan lagi tentang dahulunya dan kata seandainya. Mari, melihat ke depan. Karena sepertinya ada sesuatu yang menunggu di depan sana. Apa itu? Dirimu sendiri. Waktu menunggumu untuk tiba diwaktu terbaik dalam hidupmu. Hidup hanya sekali, maka berbahagialah.

Salam.

No comments:

Post a Comment